“Buat saya semua orang
punya kebebasan. Setiap orang bebas berekspresi. Walaupun saya tidak setuju, itu hak dia. Gue-gue, elo-elo.”
Suara semacam ini semakin
nyaring terdengar ketika beberapa
kontroversi
muncul akhir-akhir ini.
Kebebasan berekspresi menjadi
momok
baru. Barangsiapa menghadang, Ia akan dilindas zaman. Diterjang label
tidak toleran. Tsunami kebebasan juga turut
mendesak
iman. Seorang Muslim percaya
pada Al Quran.
Disana petunjuk hidup, dan
kebenaran
ditunjukkan. Namun kebebasan
memaksa
iman hidup berdampingan
dengan kebatilan.
Anda lurus, tapi homoseksualkan juga berhak eksis. Kamu menutup aurat, tapi
biarkan orang menebarnya. Anda
boleh tidak setuju, tapi cukupkan saja untuk
dirimu. Itukan kebenaran menurut dirimu.
Bukan untuk
orang lain. Ini alam kebebasan, Bung!
Itulah hakekat kebebasan. Mutlak
bagi
siapapun dan apapun. Kebenaran
cukup
disimpan dalam hati. Karena ia
menjadi relatif
bagi orang lain. Semua orang bisa
benar. Jika
semua benar, maka tali yang
mana tempat
kita untuk berpegangan? Toh Ia relatif. Kita
pun menjadi mahluk peragu.
Jangan-jangan
kita bergantung pada tali
kebenaran yang
salah? Manusia menjadi bingung
ketika
kebenaran dan kebatilan hidup
berdampingan. Ibarat mengamini
wahyu sekaligus membiarkan setan
menyebar
godaan. Lantas perlahan
kebenaran menyatu
dengan kebatilan. Solat tapi
korupsi. Haji tapi
mendukung gerakan
homoseksual. Muslim
tapi mendukung penistaan agama dengan
dalih kebebasan berpendapat.
Itulah pertanda lunturnya iman. Padahal imanlah pegangan hidup kita. Dengan iman kita dilahirkan. Telinga kita didengarkan suara azan. Dan wafat dengan disholatkan. Imanlah pangkal kita bertolak. Imanlah pelabuhan terakhir kita bersauh. Dengan iman kita sholat lima kali semalam. Memohonkan "Ihdinash-shiratal mustaqim. Tunjukkan kami jalan yang lurus." Kita memohonkan petunjuk, hidayah agar jalan kita sesuai dengan jalan yang Allah kehendaki. "Iyyakana budu wa iyya kanastain. Jalan yang Allah ridhoi. Bukan jalan orang yang Allah murkai dan bukan pula jalan orang yang sesat." Orang yang Allah murkai ialah orang yang tetap menempuh jalan walaupun ia tahu jalan itu jalan menyesatkannya. Orang yang sesat adalah orang yang terlampau percaya diri kepada diri sendiri sehingga lalai mendengarkan petunjuk. Dengan iman kita hadapi persoalan dalam hidup ini. Dengan kalimat Allah kita kibarkan panji kita. Dengan kalimat itulah kita lukis kehidupan ini, dan dengannya kita hidup ditengah masyarakat. Maka bagaimana pula kita hidup ditengah masyarakat bila kita mendiamkan keburukan tumbuh subur? Mendiamkan dengan dalih kebebasan? Kebebasan yang meluapkan keburukan. Padahal jangankan perbuatan.
Itulah pertanda lunturnya iman. Padahal imanlah pegangan hidup kita. Dengan iman kita dilahirkan. Telinga kita didengarkan suara azan. Dan wafat dengan disholatkan. Imanlah pangkal kita bertolak. Imanlah pelabuhan terakhir kita bersauh. Dengan iman kita sholat lima kali semalam. Memohonkan "Ihdinash-shiratal mustaqim. Tunjukkan kami jalan yang lurus." Kita memohonkan petunjuk, hidayah agar jalan kita sesuai dengan jalan yang Allah kehendaki. "Iyyakana budu wa iyya kanastain. Jalan yang Allah ridhoi. Bukan jalan orang yang Allah murkai dan bukan pula jalan orang yang sesat." Orang yang Allah murkai ialah orang yang tetap menempuh jalan walaupun ia tahu jalan itu jalan menyesatkannya. Orang yang sesat adalah orang yang terlampau percaya diri kepada diri sendiri sehingga lalai mendengarkan petunjuk. Dengan iman kita hadapi persoalan dalam hidup ini. Dengan kalimat Allah kita kibarkan panji kita. Dengan kalimat itulah kita lukis kehidupan ini, dan dengannya kita hidup ditengah masyarakat. Maka bagaimana pula kita hidup ditengah masyarakat bila kita mendiamkan keburukan tumbuh subur? Mendiamkan dengan dalih kebebasan? Kebebasan yang meluapkan keburukan. Padahal jangankan perbuatan.
Nabi berpesan, berkata yang baik
atau diam.
Dan Lupakah kita dengan pesan
nabi, jika
melihat keburukan maka
berbuatlah dengan
tangan, lisan atau hati. Walaupun
itu
selemah-lemah iman? Islam tidak
mengajarkan kita untuk selamat
sendirian.
Hidup hanya sholat, puasa, naik haji saja.
Islam menuntut kita untuk
mengajak pada
kebaikan dan mencegah
keburukan. Islam
menyuruh kita untuk
menyebarkan kebaikan
walau hanya satu ayat.
Yakinlah ketika Islam menolak sebuah keburukan, maka akan mendatangkan kebaikan bagi sekitar kita. Dan
itulah rahmat bagi seluruh alam. Alam yang akan kita wariskan pada anak cucu kita.
Dan semoga kelak mereka berlayar di alam itu dengan iman. Karena dengan itulah tempat kita bertolak. Dan itulah pelabuhan tempat bahtera kita bersauh.
Yakinlah ketika Islam menolak sebuah keburukan, maka akan mendatangkan kebaikan bagi sekitar kita. Dan
itulah rahmat bagi seluruh alam. Alam yang akan kita wariskan pada anak cucu kita.
Dan semoga kelak mereka berlayar di alam itu dengan iman. Karena dengan itulah tempat kita bertolak. Dan itulah pelabuhan tempat bahtera kita bersauh.
0 komentar:
Posting Komentar