Enter Slide 1 Title Here

Enter Slide 2 Title Here

Enter Slide 3 Title Here

Kamis, 06 Maret 2014


Sedikit isyarat kata-kata
karna malam meniupkanya begitu mesra

Karenanya ..
Apakah resah angin itu adalah dirimu yang menjelma


Pada waktu

Untuk waktu

Dan malam itu

Pada melepas bebas rindu

Untuk melepas bebas rindu

Dan malam itu..

Rindu akan dirimu

Rindu akan diriku

Cerita terkenang malam


Ada Teater nyata, yang terealita

Dibuatkan naskah dariNYA

Tlah terjawabkan, dengan yakin saja?

Engkau Tuhanku Ya Allah Yang senantiasa menyertai

Mencintai

Apakah dia pada naskah yang Engkau cipta

Aku sangat Percaya


Kenangannya

Ada pada setiap malam

Haruskah aku memalingkan, memalingkan dari sekejap tatap dua mata yang menyelinap dengan kerlap?

Tidak !! aku lebih, untuk aku.. mengikhlaskannya sandiwara hanya tak tahu ada tatap matanya

Itu dosa mata

Terjadi saat penglihatan aku tokoh #Y memberikan tatap mata terhadap tokoh #K


Tanpa terbersit sebuah tanya

Sungguh, aku ingin menatapnya hingga banyak bicara

Tidak hanya isyarat

Yang mendekat

Yang menjerat

Lalu mengikat

Kemudian menjerit

Kian mengelit

Sampai melangit

Bukan ibarat

Yang hanya melekat
Pada bulan berwarna biru
dan hatiku semakin merindu


Apakah kebenaran itu milikku ?

Iya dirimu ..

Yang berawalan #K

Semoga digariskan oleh Sang Kuasa

Yang Maha Segala pencipta alam semesta

Termasuk Manusia

Yakni diriku dan dirimu


Jangan kau biarkan aku tersiksa
Dalam ambigu mimpi dan nyata

Cerita kenangan malam itu ada


Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.

Suatu hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya tampak sedih.
“Ayo ke sini bermain-main lagi denganku,” pinta pohon apel itu.
“Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi,” jawab anak lelaki itu. “Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya.”

Pohon apel itu menyahut, “Duh, maaf aku pun tak punya uang, tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu.”

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita. Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.

Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel sangat senang melihatnya datang.

“Ayo bermain-main denganku lagi,” kata pohon apel.

“Aku tak punya waktu,” jawab anak lelaki itu. “Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?”

“Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu,” kata pohon apel.

Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih lagi.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.

“Ayo bermain-main lagi denganku,” kata pohon apel.

“Aku sedih,” kata anak lelaki itu. “Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?”

“Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah.”

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.

“Maaf anakku,” kata pohon apel itu. “Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu.”

“Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,” jawab anak lelaki itu.

“Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat,” kata pohon apel.

“Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu,” jawab anak lelaki itu.

“Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini,” kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.

“Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang,” kata anak lelaki. “Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu.”

“Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring dipelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang.”

Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.

Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel itu adalah orang tua kita. Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita. Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.

Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan untuk membuat kita bahagia. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Cintailah orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya, dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.
Seketika ada angin yang menghembusan dari lorong. Mungkin itu sebagian dari kesejukkan masing-masing orang, bila kita lihat. Tanyakan pada sebagian penjuru.

Dulu kupernah melihan ada seseorang yang tahu mengenai lorong bahwa waktu tak akan pernah kembali berputar, lain bila terulang kembali. Hembusan yang terjadi bisa kau manfaatkan, Aku pun pernah.

Popular Posts

Yulianti. Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut